JAKARTA, PortalNusantaraNews.co.id Terungkap mengejutkan! yang selama beberapa tahun terakhir, bensin Pertamax (RON 92) yang dijual di Indonesia ternyata dioplos dari Pertalite (RON 90).
Skandal ini mencuat setelah Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi besar di tubuh PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Baca Juga: APH Polres Bankalan Diminta Bertindak Tegas dan Transparan Terhadap Para Pengangsu di SPBU 53.691.10
Banyak masyarakat merasa bahwa skandal ini mencerminkan bagaimana oknum elite terus meraup keuntungan di tengah kesulitan rakyat.
Bahkan mereka yang berusaha jujur dan patuh membayar lebih mahal untuk membeli BBM non-subsidi tetap menjadi korban permainan kotor ini.
Skandal ini menjadi pengingat pahit bahwa korupsi di sektor energi bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menambah beban hidup masyarakat.
Rasa Nasionalisme yang Dikhianati
Skandal ini langsung memicu kemarahan di kalangan masyarakat. Banyak warganet merasa dikhianati oleh perusahaan milik negara yang seharusnya mengutamakan kepentingan rakyat. Berikut beberapa reaksi yang mencerminkan kekecewaan publik:
“Mengurangi beban negara dengan beli Pertamax malah dicurangi. Kurang nasionalis gimana ini????”
Baca Juga: Diduga Polres Sampang: "Berpangku Tangan Terhadap Para Pengangsu di SPBU 54-692-05"
“Beli Pertamax biar nggak makan subsidi buat yang lebih butuh, eh malah dikasih Pertalite juga. Kita ditipu habis-habisan.”
“Kita bayar mahal buat bensin berkualitas, malah dikasih oplosan. Berengsek!”
“Sudah mahal, boros pula. Ternyata selama ini beli Pertamax cuma dapat Pertalite.”
“Rakyat diminta hemat, tapi oknum malah merampok negara. Sudah nggak ada lagi yang bisa dipercaya.”
Modus Operasi Pertalite Jadi Pertamax Palsu
Pengoplosan dilakukan di depo atau storage milik Pertamina. Pertalite yang seharusnya memiliki oktan lebih rendah (RON 90) dicampur dengan bahan aditif tertentu agar menyerupai Pertamax (RON 92).
Setelah di-blending, bensin oplosan ini dijual ke masyarakat dengan harga Pertamax yang jauh lebih mahal.
Editor : Redaksi