PROBOLINGGO, PortalNusantaraNews.co.id Kasus kematian seorang narapidana bernama Suharyono (23), warga Dusun Krajan, Desa Bandaran, Kabupaten Probolinggo, kembali memantik perhatian publik terkait hak-hak narapidana dan kewajiban pihak lembaga pemasyarakatan.
Baca Juga: Hakim Putuskan: "Tolak Praperadilan Hasto, Statusnya Tetap Tersangka KPK"
Narapidana yang sedang menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kraksaan tersebut meninggal dunia setelah 15 hari mengalami sakit di dalam rutan. Namun, pihak keluarga baru mendapat kabar ketika korban telah menghembuskan napas terakhirnya.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai standar pelayanan kesehatan dan kewajiban pemberitahuan yang semestinya dilakukan pihak rutan kepada keluarga. Direktur Karsa Nusantara Jaya yang turut hadir bersama para pimpinan redaksi media menyampaikan bahwa kunjungan awak media ke Rutan Probolinggo untuk melakukan klarifikasi dan koordinasi justru tidak mendapatkan sambutan sebagaimana mestinya.
“Seharusnya pihak rutan memberi tahu sejak awal ketika napi tersebut sakit, bukan setelah yang bersangkutan meninggal dunia,” tegasnya.
"Bahkan salah satu dari pimpinan redaksi saat konfirmasi terkait kasus ini, di blokir oleh M.Bayu Hendaruseto selaku Karutan Kelas IIB Kraksaan" terang Direktur Karsa Nusantara Jaya.
Ironisnya, upaya awak media untuk bertemu langsung dengan Kepala Rutan maupun bagian Humas juga menemui jalan buntu. Meskipun sebelumnya sudah ada janji pertemuan, hingga kini pihak rutan beralasan sibuk dan hanya menugaskan staf untuk menemui perwakilan media. Kondisi ini dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap keterbukaan informasi publik, terutama terkait kasus yang menyangkut nyawa seseorang di balik jeruji besi.
Peristiwa ini menambah catatan kritis terhadap pola pengelolaan rutan di Indonesia. Dalam regulasi yang berlaku, setiap keluarga narapidana berhak memperoleh informasi terkait kondisi kesehatan anggota keluarganya yang sedang menjalani masa hukuman. Selain itu, rutan juga berkewajiban memberikan perawatan medis secara memadai. Namun, kenyataan di lapangan kerap jauh dari yang seharusnya.
Masyarakat pun mendesak agar pihak berwenang, khususnya Kementerian Hukum dan HAM, segera melakukan investigasi menyeluruh. Harapannya, investigasi ini dapat mengungkap apakah terdapat kelalaian atau pelanggaran prosedur dalam penanganan kasus Suharyono, sekaligus memastikan agar kejadian serupa tidak terulang kembali di kemudian hari.
Kasus ini bukan hanya tentang seorang napi yang kehilangan nyawa, tetapi juga tentang bagaimana negara memenuhi kewajiban melindungi hak asasi setiap individu, termasuk mereka yang sedang menjalani hukuman.
Editor : Redaksi