SURABAYA, PortalNusantaraNews.co.id Diduga Maraknya Peredaran rokok ilegal kembali menjadi sorotan serius di Surabaya. Kawasan padat penduduk di Jalan Kebon Dalem Tengah, Simolawang, Kecamatan Simokerto, disebut-sebut sebagai 'surga' bagi penjual yang berinisial YS dan pembeli rokok tanpa pita cukai. Ironisnya, aktivitas ilegal ini seolah luput dari pantauan aparat penegak hukum di wilayah yang berada di bawah yurisdiksi Polsek Simokerto dan Polrestabes Surabaya.
Pada Jumat, 13/09/25, investigasi media menemukan pemandangan yang mengkhawatirkan. Sejumlah toko kelontong dengan santai memajang dan menjual berbagai merek rokok ilegal di etalase mereka. Keterbukaan ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa praktik melanggar hukum ini bisa berlangsung begitu masif?
Baca juga: Polisi Amankan 10 Tersangka Jaringan Narkoba Dalam Operasi Tumpas Semeru 2025
Daya tarik utama rokok ilegal adalah harganya yang jauh di bawah pasaran. Seorang warga setempat yang enggan disebut namanya membenarkan ini.
"Harganya jauh lebih murah, sekitar Rp10.000 sampai Rp13.000 per bungkus," ujarnya.
Beberapa merek yang terpantau beredar, antara lain:
Balveer anggur Rp.10.000/ slop Perpack Rp.12.000,00
HJS biru Rp11.000,00 /slop perpack Rp. 13.000,00
News Humer Rp.8.500,00/ slop perpack Rp.11.000,00
HJS putih Rp.9.000,00 / slop perpack Rp.11.000,00
Selain kerugian finansial negara, peredaran rokok ilegal juga membawa konsekuensi serius bagi kesehatan masyarakat. Produk-produk ini tidak melalui pengawasan ketat instansi berwenang, sehingga kualitas dan kandungan di dalamnya tidak terjamin.
Di tengah maraknya peredaran ilegal ini, kolaborasi antara Satreskrim Polrestabes Surabaya, Polsek Simokerto, dan Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur I dipertanyakan. Meskipun telah terjalin, keberadaan toko-toko yang secara terang-terangan menjual rokok ilegal menunjukkan adanya celah dalam pengawasan dan penindakan.
Padahal, sanksi pidana bagi pelaku cukup berat. Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pelaku dapat dijerat hukuman hingga 8 tahun penjara dan denda maksimal 10 kali nilai cukai.
Pihak kepolisian dan Bea Cukai memang kerap melakukan operasi penindakan. Sebagai contoh, pada Desember 2024, tim gabungan berhasil menggagalkan pengiriman rokok ilegal senilai Rp2,1 miliar di wilayah hukum Polsek Simokerto. Namun, keberhasilan penindakan skala besar itu tidak serta-merta menghentikan peredaran di tingkat eceran.
Baca juga: Polres Pelabuhan Tanjungperak Berhasil Tekan Angka Lakalantas Hingga 44,6 persen
Pertanyaannya, mengapa keberhasilan besar tidak diikuti dengan pengawasan ketat di level mikro, seperti toko-toko kelontong di Simolawang? Perlu ada evaluasi mendalam terkait efektivitas operasi yang dijalankan.
Pemberantasan rokok ilegal memang membutuhkan kerja sama berbagai pihak. Namun, kegagalan menutup celah di tingkat pengecer seperti di Simolawang menjadi tantangan nyata bagi aparat.
Kepolisian mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika menemukan indikasi peredaran rokok ilegal. Dengan kerja sama seluruh pihak, diharapkan peredaran rokok ilegal dapat diminimalisasi demi melindungi masyarakat dan mengamankan penerimaan negara.
Namun, tanpa tindakan tegas dan konsisten, imbauan ini hanya akan menjadi angin lalu, dan rokok ilegal akan terus merajalela di jantung kota Surabaya.(Red/Team)
Editor : Redaksi